Jakarta,- Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (1/7/2022) akhir pekan ini, menandakan bahwa investor cenderung khawatir dengan kondisi makroekonomi global hingga hari ini.
Mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya yield di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN tenor 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 30 tahun naik tipis 0,1 basis poin (bp) ke posisi 7,373% pada perdagangan hari ini. Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun 0,7 bp ke posisi 7,242% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%
Dari dalam negeri, data inflasi pada periode Juni 2022 mengalami kenaikan. adan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan sebesar 0,44%. Sedangkan inflasi tahunan ‘diramal’ 4,15%.
Kenaikan inflasi tersebut juga lebih tinggi dari konsensus Trading Economics sebesar 4,17%, tetapi jika dilihat inflasi inti justru lebih rendah.
BPS melaporkan inflasi inti tumbuh 2,63% (yoy) dari sebelumnya 2,58% (yoy), sementara konsensus di Trading Economics memperkirakan sebesar 2,72% (yoy).
Hal ini bisa menjadi sinyal jika daya beli masyarakat mulai tergerus akibat kenaikan inflasi, yang tentunya berdampak buruk bagi perekonomian.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung kembali melandai pada pagi hari ini waktu AS, karena investor terus menilai risiko perlambatan ekonomi.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun cenderung menurun 2,9 bp ke 2,945% pada pagi hari ini waktu AS, dari sebelumnya pada perdagangan Kamis kemarin di 2,974%.
Sentimen pasar global masih cenderung suram, di mana perang antara Rusia-Ukraina tidak menunjukkan sinyal akan berakhir pada waktu dekat ini dan tekanan inflasi terus membayangi, membuat bank sentral bertindak agresif untuk mengetatkan kebijakan moneternya dan memperburuk kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Kemarin, indeks belanja konsumsi perorangan (Personal Consumption Expenditures/PCE) naik 4,7% pada Mei atau melambat 0,2 persen poin secara bulanan dan lebih moderat dari ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang memprediksi angka 4,8%.
Indeks PCE dijadikan tolak ukur bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk mengukur tingkat inflasi. The Fed telah mengambil langkah yang agresif untuk meredam inflasi yang menyentuh level tertinggi sejak 40 tahun.
Investor cemas terhadap keagresifan The Fed akan membawa ekonomi AS ke jurang resesi.
“Kami tidak percaya pasar saham telah menyentuh level terendahnya dan kami melihat penurunan akan berlanjut. Investor sebaiknya memegang uang tunai yang banyak sekarang,” kata Ketua Sanders Morris Harris George Ball dikutip CNBC International.
Sumber CNBC INDONESIA