Malang _(beritaistana.id)_; Baru-baru ini, Ketua satuan tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyoroti dana Pokir DPRD Kota Malang yang mencapai milyaran rupiah.
Satgas Korsupgah KPK akan mempelajari lebih jauh manuver salah satu anggota DPRD kota malang terhadap pengusulan dana pokok pikiran (Pokir) dengan jumlah yang besar yakni mencapai miliaran rupiah yang melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) seperti dinas PUPR kota malang.
KPK menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh main-main dengan uang rakyat. “Anggota dewan jangan pernah main-main dengan uang rakyat, sekecil apapun uang rakyat yang dibelajakan harus sesuai dengan aturan yang ada,” ujar Korsupgah KPK Wilayah VI Edi Suryanto.
Setelah mempelajari anggaran dana pokir anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota malang yang cukup fantastis KPK menemukan indikasi adanya manuver kuat dari salah satu anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kota Malang terhadap Dinas PUPR terkait adanya penunjukan pemborong pada pengerjaan pokir.
Di tempat lain, Eko Susianto selaku BPH RI dan media beritaistana.id menyampaikan bahwa di Kabupaten Malang juga banyak temuan-temuan sama halnya di Kota Malang tersebut namun belum terungkap.
Banyak anggota Dewan di wilayah Kabupaten Malang yang diduga melakukan manuver-manuver dengan mengatasnamakan Pokir dan pokmas.
Modusnya, anggota Dewan tersebut menggunakan pihak ketiga untuk membuat proposal fiktif, yang biasanya dana pokir hasil dari proposal fiktif tersebut dibagi dengan kelompok-kelompok tertentu dan tim sukses kemenangan anggota Dewan tersebut. Anggota Dewan ini biasanya juga bermanuver dengan oknum Koorcam serta oknum Koordes untuk mendapatkan data-data masyarakat seperti fotocopy KTP dan data-data lainnya.
Biasanya, oknum perangkat desa mengambil fotocopy KTP milik masyarakat dengan alibi pengajuan bansos dan KTI, namun terkadang data-data itu malah digandakan dan digunakan untuk hal lain salah satunya adalah untuk pengajuan Pokir ke DPRD yang dipercaya yang juga rekan dari Kades.
Selain itu, terkadang masyarakat juga dimanfaatkan oleh anggota Dewan dengan alibi hasil reses di masing-masing daerah pemilihan, namun nyatanya banyak masyarakat yang hanya mendapatkan janji anggota dewan, padahal dana Pokir sudah dicairkan.
Eko menyebutkan bahwa banyak kelompok-kelompok masyarakat ( pokmas ) yang terkadang juga berlaku curang, ada beberapa anggota yang mengikuti pokmas lebih dari satu, maka jika ada penyaluran dana pokir pun mereka akan mendapat double.
Di salah satu Desa MY Kecamatan Ampelgading, ada satu pelaku yang sering memanfaatkan data masyarakat, orang ini juga pernah menjadi KPMD PNPM di Desanya. Namun, dari informasi narasumber berinisial HF, banyak masyarakat yang kecewa dengan kinerjanya. Bahkan, banyak masyarakat yang menyebut bahwa dana bantuan PNPM di Desa itu pun pernah juga tidak tersalurkan. Masyarakat menyebut bahwa orang itu beralibi sering melakukan studi namun itu hanya alibinya saja.
Orang ini juga sudah pernah ditegur oleh Eko berulang-ulang kali terkait dana PNPM, namun tidak dihiraukan hingga munculnya penyelewengan dana bansos PKH dan BPNT. Dan temuan tersebut adalah hasil informasi dari masyarakat.
Di sisi lain, Eko sering mendapatkan informasi dari suatu perkumpulan/komunitas anak tongkrongan yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat yang menamai komunitasnya dengan nama Deja Mali Le Wis Dadi ( omongan anggapan ke Dewan: _”Dewan Lek Wes Dadi Lali Dalane, Masyarakat Di Ijoli Janji_”).
Profesi para anggota komunitas ini pun beragam, mulai dari petani, pedagang, pengusaha, bahkan preman pun turut bergabung, mereka sama-sama berjiwa nasionalis dan cinta adat budaya serta cinta toleransi.
Komunitas mereka terbentuk karena terinspirasi dari kinerja Presiden Jokowi yang transparan dan akuntabel, mereka mendukung dan mengapresiasi kinerja Pak Jokowi dengan cara mengawal program-program pemerintahan yang bersangkutan dengan rakyat terutama rakyat kecil.
Dari komunitas itu, Eko mendapat informasi bahwa ada 6 Kecamatan dan 14 Desa yang alurnya berbeda, temuan dan modusnya pun berbeda, ada yang melakukan tambal sulam dan tumpang tindih terkait Dana DD/ADD. Sebab, ada salah satu oknum perangkat desa yang menjadi Tim Sukses dari pemilihan anggota legislatif, Pilkada, serta Tim Sukses dari partai politik.
Sebelum dilakukan pemilihan, Desa-Desa tersebut banyak yang mendapatkan sumbangan dari calon legislatif berupa bangunan fisik, yakni rabat beton dan aspal yang kapasitasnya 300 m sampai 500 m bahkan sampai 1 km. Hal itulah yang dialibikan ke Anggaran Dana DD/ADD, padahal pembangunannya adalah sumbangan dari parpol maupun caleg. Dalam hal ini, Kades-Kadesnya lah yang mendapatkan keuntungan pribadi dan pelanggaran ini menurut masyarakat awam sudah menjadi rahasia umum, padahal kasus seperti ini sudah termasuk KKN dan mengarah ke rana pidana.
Eko mengaku, dirinya masih menjadi anggota Pilkada Watch yang ditunjuk oleh Kemenkopolhukam saat akan dilaksanakannya Pilkada beberapa tahun lalu, Eko sering diajak berbincang oleh masyarakat awam yang kurang paham dengan hukum. Namun, dalam kasus seperti ini, Eko mengatakan bahwa inspektorat seakan tutup mata dan tidak mau mengusut.
Eko mengatakan bahwa perlu adanya sosialisasi dan pemahaman hukum kepada masyarakat yang tidak paham hukum, peran Babinsa dan Bhabinkamtibmas sebagai garda terdepan yang bersentuhan dengan masyarakat menjadi tolok ukur tentang stabilitas, keamanan, ketertiban dan diperlukan untuk melakukan pemaparan hukum kepada masyarakat awam di tiap-tiap pedukuan.
Anehnya, banyak keluhan dari Babinsa dan Bhabinkamtibmas yang merasa tidak dihargai oleh pihak aparat Desa. Karena para Kades takut jika belangnya ketahuan, padahal Babinsa dan Bhabinkatibmas turut memonitoring ketertiban dan stabilitas kemanan, apalagi jika adanya kemunculan paham radikalisme di masyarakat.
Di Desa lain, di wilayah Kecamatan Turen, Kecamatan Dampit, Kecamatan Sumbermanjing dan Kecamatan Tirtoyudo, ada pihak ketiga spesialis pembuat proposal pokir dan pokmas yang bermanuver dengan partai politik. Manuvernya ialah dengan oknum Anggota Dewan, Tim Sukses Kecamatan, Kelompok Masyarakat, oknum perangkat desa, yang menjual serta menjadi makelar proposal fiktif tersebut kepada komunitas masyarakat. Kemudian dijual lagi ke oknum Kades yang nilainya Rp. 20 juta hingga 50 juta rupiah dengan uang harus lunas di muka. Oknum Kadesnya ada yang sudah membeli 3 proposal, namun dana pokir belum ada hingga sampai saat ini, hanya dijanjikan saja oleh Tim Sukses kemenangan dari salah satu parpol.
Saat berbincang dengan Eko, salah satu Kades ada yang mengeluh, namun ia enggan disebut namanya. Anehnya, jika pokir cair maka anggota dewan meminta fee sampai 15% hingga 25%.
Sementara dari 6 Kecamatan dan 14 Desa ini, Eko menyebut ada 5 parpol yang terlibat.
Harapan dari temuan Tim Investigasi ini, Dewan Kehormatan DPRD harus memberi sanksi, KPK juga harus menindaklanjuti kasus ini.
Karena merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Larangan penyalahgunaan wewenang dalam Pasal 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang, serta Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Eko meminta kepada KPK, Kemendagri, Kemenkopolhukam Saber Pungli, Dewan Kehormatan DPR, Kejagung, serta instansi Kepolisian karena sifatnya korupsi yang berkolaborasi dari tingkatan Desa hingga Kabupaten yang terselubung secara masif susah terungkap karena unsurnya bersama-sama dan saling menutupi. Apalagi ada pembentukan lembaga di Kabupaten yang sudah direncanakan untuk sengaja membela pelaku korupsi dan memerangi para pemberantas korupsi.
Untuk ungkap setiap kasus, dibutuhkan peranan instansi kepolisian dan intelijen kejaksaan dan masyarakat peduli tentang KKN harus bersama-sama dan lebih jeli untuk ungkap kecurangan dan kejahatan yang terkoordinir secara bersama-sama untuk mewujudkan Indonesia yang bebas KKN.
Eko Susianto bersama-sama dengan masyarakat akan mengumpulkan data-data untuk melaporkan oknum anggota dewan karena masyarakat merasa kecewa dan tertipu. (eko s)