Jateng,- Salam Sedulur… KH Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha, ulama ahli Alquran dan tafsir asal Kabupaten Rembang dalam satu majelis menceritakan soal pertemuannya dengan sejumlah guru yang bertanya tentang hukum membocorkan Ujian Nasional (UN).
“Ada beberapa guru SD datang kepada saya. Ini agak-agak masalah besar,” kata Gus Baha.
“Gus boleh gak buka Ujian Nasional ytang masih disegel. Semua guru bilang “Nggak boleh” itu kriminal.”
“Ada satu guru yang bikin analogi agak kacau. ‘Boleh saja, wong ujian di kuburan saja dibocorkan para kiai tidak apa-apa’. Tapi ini kriminal.”
“Jadi tentu ini analogi yang salah. Kan Man Rabbukan, kan. Tuhan kamu siapa, Nabi kamu siapa, Imam kamu siapa, kan ini sudah dibocorkan para kiai.”
Tentang
K.H. Ahmad Bahauddin, lebih dikenal sebagai Gus Baha, merupakan ulama Nahdlatul Ulama yang berasal dari Rembang. Ia dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Qur’an. Ia merupakan salah satu murid dari ulama kharismatik, Kiai Maimun Zubair.
Kelahiran: 29 September 1970 (usia 51 tahun), Kecamatan Sarang
Pasangan: Ning Winda (m. 2003) Saudara kandung: Nasirul Mahasin, Muhammad Firman, Abdul Khakim, lainnya Orang tua: Yuchanidz Noersalim, Nursalim al-Hafizh.
Gus Baha merupakan putra dari seorang ulama pakar Al-Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA, Kiai Nursalim al-Hafizh, dari Narukan, Kragan, Rembang.[2] Kiai Nursalim merupakan murid dari Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam, Kajen, Mergoyoso, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar. Bersama Kiai Nursalim, KH Hamim Jazuli (Gus Miek) memulai gerakan Jantiko (Jamaah Anti Koler) yang menyelenggarakan kajian Al-Qur’an secara keliling.
Jantiko kemudian berganti Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah jadi Dzikrul Ghafilin. Kadang ketiganya disebut bersamaan: Jantiko-Mantab dan Dzikrul Ghafilin.[3]
Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha’ merupakan generasi ke-4 ulama-ulama ahli Al-Qur’an. Sedangkan dari silsilah keluarga ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyeiban atau Mbah Sambu.[4].